GRESIK, iNews.id - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, telah memukul nasib para sopir angkutan kota (angkot) di Gresik. Di tengah ketidak pastian peningkatan tarif, mereka hanya bisa pasrah dan berharap, karena tidak berani menaikan tarif seenaknya.
"Sebelum ada kenaikan BBM saja sudah sulit. Apalagi sekarang," keluh seorang sopir jurusan Terminal aharuddin, saat ditemui di Terminal Bunder Gresik, Selasa (6/9).
Dikatakanya, sebelum harga BBM naik, penghasilannya rata-rata Rp 100 ribu per hari. Dari jumlah itu, sebesar Rp 50 ribu digunakan untuk membeli bensin dan sisanya dibawa pulang untuk keluarga di rumah.
"Untung, Unit saya sendiri, jadi tidak setor. Kalau setoran, maka dipastikan pulang dengan tangan hampa,"keluhnya.
Bahari menambahkan, para sopir angkot kini harus menghadapi persaingan di antara jasa transportasi online. Masyarakat juga memilih menggunakan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor untuk beraktivitas sehari-hari.
"Selama ini hanya mengandalkan penumpang anak-anak sekolah dan pedagang di pasar saja,"Jelasnya.
Di tengah merosotnya penumpang, lanjutnya, sejumlah trayek angkot di Gresik memilih tidak beroperasi daripada menangung rugi. "Sekarang yang masih jalan cuma melayani pelanggan anak sekolah dan pedagang pasar," tandasnya.
Dari data Dishub Gresik, sebanyak 522 unit kendaraan angkot yang beroparsi, kini tersisa 315 unit kendaraan. Rinciannya, untuk wilayah kota dari 189 unit tersisa 85 unit yang masih beroperasi. Sedangkan di wilayah desa dari 333 unit, kini tersisa 230 unit.
Kepala Seksi Angkutan Orang dan Angkutan Barang Dishub Gresik Anom Kusumo Laksono mengatakan, data lyn yang masih aktif tersebut. Terhitung sejak masa pandemi Covid-19 tahun 2020 hingga saat ini tahun 2022.
“Tambah tahun tambah terus menurun, karena memang banyak faktor. Salah satunya ojek online (Ojol),” katanya.
Akibat hal tersebut, jumlah penumpang lyn pun menurun. Dengan banyaknya jumlah ojol di Gresik. Disamping itu lanjut dia, banyak kendaraan lyn kurang terawat. Karena memang tidak sebanding dengan penarikan penumpang.
“Serta banyak sopir menunggu para penumpang saat ngerem terlalu lama. Sehingga perlahan pekerjaan ini mulai ditinggalkan. Karena kurang menghasilkan,” paparnya.
Editor : Agus Ismanto