GRESIK, iNews.id - Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang sungguh luar biasa. Korban meninggal mencapai ratusan suporter. Salah satunya, Hadiyatus Tsaniah, Aremanita asal Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur.
Dia putri Sukardi warga Banyuurip. Usianya 24 tahun. Lulus program studi Fakultas Agama Islam (FAU) juruisan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) di Universitas Islam Malang alias Unisma. Program itu ditempuh hanya dengan tujuh semester. Masuk Tahun 2016 dan lulus pertengahan 2020 lalu.
Berdasarkan lama Pendidikan yang ditempuh, Hadiyatus Tsaniah tergolong mahasiswa yang pintar. Bahkan, temannya, Rizki Adi Adha menyebut, bila dulu satu organisasi dengannya di Formagres (Forum Mahasiswa Gresik).
Bahkan, Rizki Adi Adha menambahkan, bila Hadiyatus Tsaniah dikenal dengan pribadi yang baik, suka menolong temannya. Tidak hanya itu, korban juga aktif di beberapa organisasi kepemudaan dan kampus.
“Dia satu kota asal Gresik dan satu kelompok saat maba. Itu awal saya kenal korban. Korban sebagai sekertaris pada organisasi tersebut, saya sebagai wakil ketuanya,” akunya, Minggu (2/10/2022).
Memang korban dari keluarga pendidik. Bapaknya guru di Pondok Pesantren Mambaul Ihsan Banyuurip, Ujungpangkah, Gresik. Juga mengajar di Lembaga Pendidikan Al Fattah, dan di Ponpes Alkarimi Tebuwung Kecamatan Dukun, tepatnya di jenjang SMA. Dari segi keluarga, korban terdidik dengan baik dalam hal agama maupun pendidikan.
Meski lulus sejak 2020 lalu, alumnus Pondok Pesantren Mambaul Ihsan itu tidak balik ke desanya. Namun, tetap tinggal di Malang. Karena korban menjadi guru privat di Lembaga pemndidikan dasar dan menengah.
Rizki yang teman satu angkatan di Unisma menuturkan, dirinya masih belum tau pasti keterlibatan alamarhumah di Aremanita. Karena satu tahun lebih sudah tidak berkomunikasi dengan korban. Meski begitu, dirinya tahu betul bila korban mulai menyukai bola sejak mahasiswa, khususnya ke Arema.
“Sepertinya memang suka nonton bola klub Arema. Dia (almarhumah, red) suka melihat Arema saat di Malang. Setahu saya dua kali menonton Arema. Cuman informasinya sering melihat ke stadion,” jelasnya.
Atas kejadian Kanjuruan, Rizki Adi Adha mengaku sedih. Ia berdoa agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan yang terbaik dan pulang dalam keadaan khusnul khotimah.
“Doa terbaik buat teman saya mas. Dia kualiah ambil jurusan yang mulia, mungkin dibenaknya ingin mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai cita-citanya meneruskan ayahnya,” katanya.
Perangkat Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, Muhammad Khizam menuturkan, bila pihak keluarga sudah diberitahu sejak malam (Sabtu, 1 Oktober 2022, red) tragedi Kanjuruan Malang. Minggu (2/10/2022) sekitar pukul 07.30 jasad korban sudah datangt.
“Keluarga tidak ada yang mengetahui kronologi meninggalnya korban. Hanya dibeitahu dari keluarga di Lawang. Datang dan jenezah sudah sudah disucikan, terus disholati dan dimakamkan” kata saat dihubungi melalui sambungan selulernya.
Hanya saja, pihak Pemdes Banyuurip, sudah menyiapkan mobil ambulans. Karena pihak keluarga minta dimakamkan di pemakaman Desa Pangkah Kulon. Sebab, sanak saudara korban yang tinggal di desa tersebut.
Tragedi Stadion Kanjuruan Malang terjadi Sabtu, 1 Oktober 2022. Saat usai pertandingan Liga 1 antara Arema dengan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Kekalahan itulah yang diduga menjadi pemicu kerusuhan.
Jumlah korban sendiri masih simpang siur, namun terpublikasi 130 korban tewas. Dan, Hadiyatus Tsaniah Aremanita asal Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik menjadi korban satu diantaranya.
Editor : Ashadi Ikhsan
Artikel Terkait